19 November 2008



Komunitas Blogger Makassar (AnggingMammiri.org) mengadakan talkshow tentang blog dan internet skalian dengan peluncuran buku gokil "Ijo Anget-Anget".
Jadi buat kamu yang ingin memperluas lagi pengetahuan kamu tentang blog dan internet datang dan hadiri acara tersebut
posted by Fadhlan at 3:43:00 PM | 0 comments
11 November 2008

Ayo rekan-rekan pilih blognya Alan ya di angingmammiri Insya Allah Alan bisa memberikan yang terbaik buat kalian semua.


Buat rekan-rekan yang belum masuk dalam nominasi bisa nge-daftarin diri blog kamu di http://angingmammiri.org Siapa tau aja Panitia Pelaksana masih bisa memasukkan blog kamu dinominasi tapi kalau sudah tidak bisa yah.. mendingan pilih blog Alan aja yah...


Jangan lupa blognya http://fadhlan-blog.blogspot.com

ditunggu ya polling dari rekan-rekan. OK
posted by Fadhlan at 10:26:00 AM | 1 comments
10 November 2008
Banyak cara dilakukan manusia untuk meraih kebahagiaan. Sebagian mereka beranggapan bahwa kebahagiaan bisa diraih dengan banyaknya harta, kedudukan yang terpandang, dan popularitas yang pantang surut. Tak heran bila manusia berlomba-lomba mendapatkan itu semua, termasuk dengan menggunakan segala cara. Lantas apakah bila seseorang sudah menjadi kaya raya, terpandang, dan terkenal otomatis menjadi orang yang selalu bahagia? Ternyata tidak! Kalau begitu, bagaimana cara meraih kebahagiaan yang benar?.

Mengapa Materi selalu dijadikan patokan mencapai Kebahagiaan…????

Kisah nyata yang terjadi di kehidupan manusia sekarang sudah seperti tidak mementingkan lagi rasa bersalah untuk mencapai Kebahagiaan. Kita mengambil contoh dalam kehidupan kita sehari-hari seperti perjodohan. Orang tua menjodohkan anak mereka dengan orang lain yang bukan pilihan dari anak itu sendiri karena ingin mencapai kebahagiaan atau merasa berutang budi dengan pihak keluarga lain atau termakan oleh iming-iming yang tinggi sehingga orang tua menganggap bahwa keputusan yang diambil buat anak mereka adalah yang terbaik buat keluarga dan buat anak itu sendiri tanpa memikirkan apakah keputusan yang diambil oleh orang tua tersebut yang menurut mereka yang terbaik, terbaik juga buat anak mereka. Dari contoh diatas bisa kita renungkan betapa egoisnya orang tua untuk mencapai tingkat kebahagiaan sehingga rela melakukan hal tersebut tanpa memikirkan perasaan atau kepentingan anak mereka.

Bagaimana cara mencapai Kebahagiaan itu sendiri...???

Mungkin anda termasuk satu dari sekian orang yang tengah berupaya mencari cara untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup. Sehingga anda sibuk membolak-balik majalah, tabloid, dan semisalnya, atau mendatangi orang yang berpengalaman untuk mencari kiat-kiat hidup bahagia. Mungkin kiatnya sudah anda dapatkan namun ketika dipraktekkan, kebahagiaan dan ketenangan itu tak kunjung datang. Sementara kebahagiaan dan ketenangan hidup merupakan salah satu kebutuhan penting, apalagi bila kehidupan selalu dibelit dan didera dengan permasalahan, kesedihan dan kegundah gulanaan, akan semakin terasalah butuhnya kebahagian, atau paling tidak ketenangan dan kelapangan hati ketika menghadapi segala masalah.
Sepertinya semua orang hampir sepakat bahwa bahagia tidak sepenuhnya diperoleh dengan harta dan kekayaan karena berapa banyak orang yang hidup bergelimang harta namun mereka tidak bahagia. Terkadang malah mereka belajar tentang kebahagiaan dari orang yang tidak berpunya

Ada lima hal yang sering menyebabkan kita tak bahagia;
Pertama, adanya keyakinan bahwa Anda tidak akan bahagia tanpa memiliki hal-hal yang Anda pandang bernilai. Anda sudah memiliki pekerjaan tetap dan tingkat kehidupan yang lumayan, tapi Anda masih merasa kurang. Anda merasa akan berbahagia bila memiliki uang lebih banyak, rumah lebih besar, mobil lebih bagus, dan sebagainya. Pikiran Anda dipenuhi oleh benda-benda yang Anda kira dapat membahagiakan Anda. Padahal, Anda tidak bahagia karena lebih memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang tidak Anda miliki, dan bukannya pada apa yang Anda miliki sekarang.
Kedua, Anda percaya bahwa kebahagiaan akan datang bila Anda berhasil mengubah situasi dan orang-orang di sekitar Anda. Anda tak bahagia karena pasangan, anak, tetangga, dan atasan Anda tidak memperlakukan Anda dengan baik. Kepercayaan ini salah. Anda perlu menyadari bahwa amat sulit mengubah orang lain. Bukannya berarti Anda harus menyerah, silakan terus berusaha mengubah orang lain. Namun, jangan tempatkan kebahagiaan Anda di sana. Jangan biarkan lingkungan dan orang-orang di sekitar Anda membuat Anda tak bahagia. Kalau Anda tak dapat mengubah mereka, yang perlu Anda ubah adalah diri Anda sendiri, paradigma Anda.
Ketiga, keyakinan bahwa Anda akan bahagia kalau semua keinginan Anda terpenuhi. Padahal, keinginan itulah yang membuat kita tegang, frustrasi, cemas, gelisah dan takut. Terpenuhinya keinginan Anda paling-paling hanya membawa kesenangan dan kegembiraan sesaat. Itu tak sama dengan kebahagiaan.
Keempat, Anda tak bahagia karena cenderung membanding-bandingkan diri Anda dengan orang lain. Saya pernah bertemu eksekutif yang berkali-kali pindah kerja hanya karena kawan akrabnya semasa kuliah dulu memperoleh penghasilan lebih besar dari dirinya. Karena itu, setiap ada tawaran kerja, yang dilihat adalah apakah ia dapat mengungguli atau paling tidak menyamai penghasilan kawannya. Ia bahkan tak peduli bila harus berganti karier dan pindah ke bidang lain. Sampai suatu saat ia menyadari bahwa tak ada gunanya "mengejar" sahabat karibnya. Sejak itulah ia mencari pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minatnya sendiri. Ia kini bahagia dengan pekerjaannya dan tak pernah ingin tahu lagi penghasilan sahabatnya.
Kelima, Anda percaya bahwa kebahagiaan ada di masa depan. Anda terlalu terobsesi pepatah "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian". Kapan Anda bahagia? "Nanti, kalau sudah jadi manajer," kata Anda.Persoalannya, saat menjadi manajer, Anda tambah sibuk, waktu Anda tambah sempit. "Saya akan bahagia nanti, kalau sudah menjadi direktur atau dirjen, gubernur, menteri, presiden." Nah, daftar tunggu ini masih dapat terus diperpanjang. Namun, Anda tak juga bahagia. Kalau demikian yang terjadi adalah, "bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang entah kapan." Kebahagiaan telah Anda letakkan di tempat yang jauh. Padahal, sebenarnya kebahagiaan berada sangat dekat dan dapat Anda nikmati di sini, sekarang juga! Apa yang terjadi pada kita mungkin serupa dengan pengalaman dua ekor ikan berikut. Ikan yang muda bertanya kepada ikan yang lebih senior. "Anda lebih berpengalaman dari saya. Di manakah saya dapat menemukan samudra kebahagiaan? Saya sudah mencarinya ke mana-mana, tetapi sia-sia saja!" "Samudra adalah tempat engkau berenang sekarang," ujar ikan senior. "Hah? Ini hanya air! Yang kucari adalah samudra," sangkal ikan yang muda. Dengan perasaan sangat kecewa ia pergi mencarinya di tempat lain. Hal itu juga dapat terjadi pada Anda. Padahal, kebahagiaan itu tak perlu Anda cari.Anda hanya perlu menumbuhkan kesadaran dan menikmati apapun yang sedang Anda lakukan. Dengan demikian, Anda akan menemukan kebahagiaan itu sekarang. Saat ini juga!
*dari milis smun21 Jkt*
posted by Fadhlan at 12:11:00 PM | 0 comments
06 November 2008



Kehidupan sekarang patut diakui sangat-sangat luar biasa bahkan bisa diacungkan jempol, bagaimana tidak, Hati Nurani sepertinya sudah mati dalam diri manusia. Berita dikoran-koran, majalah, radio, televisi telah membuktikan kekuasaan emosi dalam diri kita luar biasa. Mulai dari masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), masalah Pembunuhan, Bunuh Diri, bahkan sampai Mutilasi.

Mengapa semua itu bisa terjadi ???

Salah satu penyebabnya adalah kita membiarkan diri kita dikuasai / distir oleh akal (otak) sehingga sulit untuk memahami dan mengungkapkan emosi itu sendiri. Sejak kecil kita dididik didalam sistem yang lebih mengutamakan IQ (kecerdasan otak) daripada EQ (kecerdasan emosi). Sementara dalam budaya Timur, kita diajarkan untuk mengekang emosi, dimana pria tidak boleh menangis dan wanita harus pandai memendam perasaan.

Semakin dewasa, ruang ekspresi itu pun kian terbatas karena kita dituntut untuk lebih pandai mengendalikan emosi. Lama kelamaan, emosi kita pun menjadi semakin lemah. Bahkan wanita yang semula dianggap lebih berperasaan dibanding pria, semakin mirip pria yang sulit mengakui perasaannya.

Kehidupan yang super sibuk dan keras juga membuat wanita harus bersikap tegar. Sehingga tanpa sadar kita pun terbiasa menekan perasaan. Dan, ketika emosi sedang bergejolak, kita terbiasa mengalihkannya dengan membahas, “mengapa saya sedih, seharus-nyakah saya marah”. Dengan kata lain, kita lebih sering memikirkan (di kepala) perasaan ketimbang merasakannya (didada).

Kunci dari semua itu…

Kata keikhlasan memang sudah sering kita dengar tapi mampukan kita untuk melakukannya….?????
Melalui emosi kita bisa melihat kita berada dalam ruang lingkup nafsu (marah, sedih, takut, cemas) atau kita berada dalam ruang lingkup ikhlas (tenang, damai, nyaman) dan menuju dalam tingkat kebahagiaan.
Namun karena kekurang pahaman kita tentang emosi sehingga kita sering kali terjebak dalam ruang lingkup nafsu yang mengakibatkan kita sering lepas kendali / tidak terkontrol atas emosi kita sendiri.
Mengendalikan emosi bukan berarti kita harus bisa mengkekangnya atau mempersempit ruang gerak emosi itu sendiri tetapi sebaliknya kita harus bisa melepaskan emosi itu dan menerima apa adanya dengan ikhlas. Kondisi ikhlas yang bisa membuat pikiran dan hati berjalan selaras.

Berdasarkan studi, frekuensi otak, dan hati bisa bertemu pada gelombang alfa (bawah sadar) atau ketika tubuh dalam kondisi relaks seperti saat bermeditasi atau berzikir. Alam keadaan yang seperti ini kita dituntut harus bisa berdialog dengan hati. Jika kita bersedih atau marah jangan ditahan atau dihindari melainkan kita melepaskannya. Sambut semua perasaan itu dengan apa adanya biarkan hati yang menjerit, berteriak atau menangis sepuas-puasnya agar kita dapat tenang dan damai. Ini menandakan kita sudah bisa menjalankan ruang lingkup Ikhlas dalam diri kita.
posted by Fadhlan at 11:24:00 AM | 0 comments